Larangan Rekayasa Dalam setiap sistem hukum yang berkeadilan, prinsip kebenaran dan keadilan adalah pondasi yang tak tergoyahkan. Oleh karena itu, tindakan rekayasa kasus merupakan pelanggaran serius yang tidak hanya merusak integritas penegakan hukum tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik. Penting untuk dipahami bahwa dalam proses hukum, tidak boleh memalsukan bukti, merekayasa fakta, atau menjebak seseorang dalam suatu kasus. Praktik-praktik semacam ini adalah ancaman langsung terhadap keadilan dan hak asasi manusia.
Merusak Fondasi Keadilan
Larangan Rekayasa secara fundamental merusak prinsip-prinsip keadilan. Ketika bukti dipalsukan, fakta dimanipulasi, atau seseorang dijebak, proses hukum menjadi sesat. Keputusan yang diambil berdasarkan informasi yang tidak benar akan menghasilkan vonis yang tidak adil, yang bisa berdampak fatal bagi individu yang tidak bersalah. Integritas seluruh sistem peradilan, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan, akan tercoreng jika praktik rekayasa kasus dibiarkan terjadi. Ini menciptakan preseden buruk dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Bahaya Memalsukan Bukti dan Merekayasa Fakta
Memalsukan bukti adalah tindakan kriminal yang serius. Bukti, baik itu fisik, digital, maupun kesaksian, adalah dasar dari setiap proses hukum. Memanipulasinya berarti sengaja menyimpangkan kebenaran untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Demikian pula, merekayasa fakta berarti menciptakan narasi palsu atau memutarbalikkan kejadian sebenarnya agar sesuai dengan tujuan tertentu. Kedua tindakan ini tidak hanya menghambat pencarian kebenaran, tetapi juga dapat menyebabkan orang yang tidak bersalah dipenjara atau bahkan dihukum mati, sementara pelaku sebenarnya bebas berkeliaran. Konsekuensi hukum bagi pelaku rekayasa kasus juga sangat berat, mencakup hukuman penjara dan denda
Menjebak Seseorang: Pelanggaran Etika dan Hukum
Tindakan menjebak seseorang dalam suatu kasus adalah bentuk rekayasa kasus yang paling keji. Ini melibatkan penanaman bukti palsu, memprovokasi seseorang untuk melakukan tindakan ilegal, atau memanfaatkan situasi rentan untuk menjebak individu yang tidak bersalah. Praktik semacam ini melanggar hak-hak dasar warga negara dan merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang tidak dapat ditoleransi. Setiap aparat penegak hukum memiliki kode etik yang melarang tindakan semacam ini, dan pelanggarannya harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.