Jakarta, 23 Juni 2025 – Sistem peradilan pidana yang efektif tidak dapat berdiri sendiri. Diperlukan kolaborasi penegak hukum yang kuat antara berbagai lembaga untuk memastikan setiap kasus kriminal dapat diselesaikan dengan adil dan tuntas. Dalam konteks Indonesia, sinergi antara Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan adalah kunci utama. Kolaborasi penegak hukum ini adalah fondasi yang menjamin proses hukum berjalan lancar dari tahap penyelidikan hingga vonis.
Peran Satreskrim dimulai di tahap awal, yaitu penyelidikan dan penyidikan. Petugas Satreskrim bertanggung jawab mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, mengidentifikasi tersangka, dan melengkapi berkas perkara. Setelah berkas penyidikan dirasa lengkap, ia akan diserahkan kepada Kejaksaan. Di sinilah kolaborasi penegak hukum menjadi sangat vital. Jaksa penuntut umum akan meneliti berkas tersebut untuk memastikan kelengkapan formil dan materiilnya. Jika ada kekurangan, jaksa akan mengembalikan berkas (P-19) kepada Satreskrim untuk dilengkapi. Proses bolak-balik ini membutuhkan komunikasi dan koordinasi yang erat agar kasus tidak berlarut-larut. Sebagai contoh, pada Rapat Koordinasi Teknis Penegakan Hukum pada April 2025, Kepala Kejaksaan Agung menekankan pentingnya respons cepat Polri dalam melengkapi berkas demi efisiensi peradilan.
Setelah berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan, tahap selanjutnya adalah penuntutan di Pengadilan. Di sini, kolaborasi penegak hukum berlanjut antara Jaksa Penuntut Umum dengan Hakim dan para pihak terkait di Pengadilan. Jaksa akan berperan mewakili negara dalam membuktikan kesalahan terdakwa berdasarkan hasil penyidikan Satreskrim. Hakim kemudian akan memimpin persidangan, mendengarkan keterangan saksi, meninjau bukti, dan pada akhirnya memutuskan vonis. Putusan pengadilan inilah yang menjadi puncak dari serangkaian proses penegakan hukum.
Sinergi antara ketiga pilar ini memastikan bahwa hak-hak tersangka dan korban terlindungi sepanjang proses. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prioritas, dengan setiap tahapan diawasi untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Tantangan yang sering muncul adalah perbedaan persepsi atau interpretasi hukum antara lembaga, namun hal ini diatasi melalui mekanisme koordinasi dan pelatihan bersama.
Pada akhirnya, keberhasilan sistem peradilan pidana dalam menciptakan keadilan dan ketertiban masyarakat sangat bergantung pada kolaborasi penegak hukum yang efektif. Satreskrim, Kejaksaan, dan Pengadilan, meski memiliki fungsi berbeda, bekerja sama sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan demi tercapainya supremasi hukum.